Gula pasir biasa digunakan untuk membuat rasa manis untuk makanan atau minuman. Seperti yang diketahui, hal ini merupakan karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi tubuh dan tentunya menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Industri gula sendiri merupakan salah satu komoditas yang mempunyai peran penting dalam perekonomian di Indonesia.
Kisah perkembangan gula di Indonesia tidak bisa dipisahkan oleh cerita kolonialisme Belanda dan negara lainnya. Pada zaman itu Indonesia pernah menjadi wilayah yang memproduksi gula terbesar.
Hal tersebut dilampirkan pada jurnal The sugar industry of colonial Java and its global trajectory yang menyebutkan bahwa dari tahun 1870 hingga akhir abad ke-19, daerah Jawa merupakan produsen dan eksportir gula tebu terbesar setelah Kuba.
Pada tahun 1835 banyak pabrik gula terutama di Jawa, beberapa contohnya di daerah Karang Bong, Waru, Buduran, kemudian 3 tahun selanjutnya berada di daerah Candi, Balong Bendo, Watutulis, dan Gedek.
Tidak hanya di daerah Jawa, berikut beberapa provinsi penghasil tebu sebagai bahan baku gula di Indonesia berdasarkan data dari Databoks tahun 2021, antara lain:
-
- Jawa Timur 1.116,1 ribu ton
-
- Lampung 802,4 ribu ton
-
- Jawa Tengah 177,3 ribu ton
-
- Sumatera Selatan 107 ribu ton
-
- Sulawesi Selatan 67,5 ribu ton
Kemudian, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2021 produksi gula tebu di perkebunan mencapai 1.033,3 ton, angka tersebut terbilang meningkat dibandingkan dengan tahun 2022 yang sebesar 975,6 ton.
Namun, pada data tersebut merupakan hasil dari perkebunan yang dikelola secara komersial oleh perusahaan yang berbadan hukum.
APA SAJA FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUKSI GULA PASIR DI INDONESIA?
Terdapat berbagai faktor yang memengaruhi produksi gula di Indonesia, beberapa di antaranya adalah kenaikan nilai tukar mata uang rupiah dapat berpengaruh pada penurunan konsumsi dan adanya kenaikan pada harga domestik. Permintaan gula juga dapat meningkat apabila semakin menjamur industri makanan dan minuman yang menggunakan gula sebagai bahan dasar.
Tidak hanya itu, untuk meningkatkan produksi gula ada beberapa yang perlu dilakukan untuk mencapai swasembada gula, yakni menambah jumlah pabrik untuk menambah volume produksi gula, revitalisasi pabrik gula yang sudah lama tidak beroperasi, untuk mengembangkan luas area perkebunan tebu.
Yang tidak kalah penting adalah memberdayakan petani, sosialisasi varietas bibit unggul tebu, dan inovasi teknologi.
POTENSI EKSPOR GULA PASIR
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Indonesia menjadi salah satu negara dengan penghasil gula terbesar di dunia. Maka dari itu, Indonesia juga mempunyai masa depan yang cerah akan industri gula di pasar global. Menurut data Kementrian Perindustrian, di tahun 2019 Indonesia mampu mengekspor 1,36 juta ton dengan nilai 633,23 juta USD.
Permintaan komoditas ini diperkirakan akan meningkat sebesar 1,3% per tahun hingga tahun 2028, yang didukung dengan meningkatnya permintaan dari konsumen makanan dan minuman yang mengandung gula pasir.
Dalam upayanya meningkatkan produksi gula pasir dalam negeri, pemerintah Indonesia membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Pemerintah Indonesia menargetkan untuk meningkatkan produksi gula pasir sebesar 10% hingga mencapai 2,5 juta ton di tahun 2024.
Hal tersebut menunjukkan bahwa peran pemerintah dalam hal kebijakan, infrastruktur, dan promosi ekspor menjadi kunci untuk memaksimalkan potensi ekspor gula pasir Indonesia.
Ada banyak negara yang menjadi tujuan dari ekspor gula pasir asal Indonesia, yakni Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, Filipina. Komoditas ini juga mengalami kenaikan permintaan dari negara Bangladesh, Pakistan, dan India.
APA TANTANGAN YANG AKAN DIHADAPI?
Setelah membahas tentang peluang ekspornya, adapun tantangan yang akan dihadapi antara lain adalah fluktuasi harga gula pasir di pasar global. Hal ini disebabkan harga gula pasir dipengaruhi salah satunya oleh produksi dari negara produsen.
Yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah persaingan yang ketat antar negara penghasil gula seperti Brazil, India, dan Thailand. Lalu perhatikan aturan-aturan perdagangan internasional mengenai ekspor gula pasir seperti aturan dalam standar kualitas, sertifikasi, dan cara pengemasan.
Cuaca dan perubahan iklim juga mempengaruhi produksi tebu yang kemudian akan mempengaruhi kualitas dan ketersediaan bahan baku untuk membuat gula.
Kemudian yang mungkin akan terjadi adalah perubahan kebijakan tarif dan juga hambatan dari negara tujuan ekspor yang dapat mempengaruhi akses ke pasar internasional.
Secara keseluruhan komoditas, gula pasir di Indonesia memiliki cerita historis yang melibatkan perkembangan dari masa kolonial hingga masa sekarang. Walaupun harus menghadapi berbagai tantangan persaingan global, standar ketat internasional, dan fluktuasi harga pasar, potensi ekspor gula Indonesia tetap berkembang.
Dengan memanfaatkan inovasi teknologi yang semakin maju, meningkatnya kualitas, dan upaya untuk memenuhi persyaratan pasar global, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai pemain utama dalam pasar gula internasional.