Scroll Top

Garam dan Andil Besarnya dalam Peradaban 

Garam yang sering digunakan dalam masakan ternyata memiliki sejarah panjang dan menjadi komoditas unggulan Indonesia. Selain itu, komoditas ini juga bisa dimanfaatkan dalam banyak hal selain kuliner.  

Garam dan Sejarah Panjangnya 

garam

Melansir dari Time, sejarah dunia mengenai garam ini cukup sederhana. Mulanya, binatang-binatang menempuh jalan untuk bisa menemukan komoditas ini. Kemudian ada manusia yang melihat dan mengikutinya sehingga rute tersebut berubah menjadi jalan setapak. Kemudian jalur tersebut berkembang menjadi jalan yang lebih besar seiring waktu pemukiman manusia muncul di sekitarnya. 

Lalu menu makanan manusia berubah dari penganan yang banyak mengandung garam ke jenis sereal. Secara otomatis mereka butuh lebih banyak garam untuk ditambah dalam makanannya. Tapi masalahnya, endapan yang ada di bawah tanah saat itu tidak gampang dicapai dan taburan garam kurang mencukupi dan membuatnya menjadi langka. Kesulitan itu menjadikan ini sebagai salah satu mineral yang berharga dan salah satu komoditas perdagangan dunia.  

Rute perdagangannya melintasi dunia. Yang paling sering salah satunya adalah dari Maroko Selatan ke Sahara kemudian ke Timbuktu. Kapal yang membawanya dari Mesir ke Yunani lewat Mediterania dan Laut Aegea. Herodotus, sejarawan Yunani Kuno menggambarkan rute karavan yang menyatukan oasis garam di gurun Libya.  

Begitu berharganya komoditas ini bahkan bisa membantu perekonomian sebuah bangsa, Venesia contohnya. Negara-negara yang begitu gemerlap saat itu bukan hanya disebabkan oleh kekayaan rempah eksotik, tetapi juga garam. Komoditas ini bisa mereka tukarkan dengan rempah dari Asia oleh banyak orang di Konstantinopel.  

garam

Di awal abad ke-6 di Sub-Sahara, para pedagang dari Moor bahkan bisa menukar satu ons garam dengan satu ons emas. Di Abyssinia, yakni kekaisaran Ethiopia, lempengan garam batu yang disebut dengan amoles, dijadikan koin kerajaan yang panjangnya 10 inci dengan tebal dua inci. Kue garam juga dipakai sebagai uang di wilayah lain di Afrika. 

Benda ini juga bisa digunakan dalam dunia medis. Oleh sebab itu, di sejarah Romawi sal merupakan nama lain untuk garam yang artinya kristal yang menyehatkan. Mirip dengan Salus, Dewi Kesehatan Romawi. 

Salah satu jalur paling sibuk saat itu, Via Salira atau jalur garam, adalah lokasi untuk tentara Romawi berbaris dan para pedagang mengendarai gerobak sapi yang penuh dengan kristal berharga menyusuri Sungai Tiber dari tempat garam di Ostia.  

Saat itu, gaji para prajurit juga terdiri sebagian garam, yang kemudian disebut dengan solarium arentum, yang kemudian menjadi kata dasar gaji dalam bahasa Inggris (salary). Benda ini juga menjadi alat beli orang Romawi dan Yunani untuk membeli budak di zaman itu. 

Melansir dari laman Kompas, selain untuk bumbu, benda ini juga berguna lebih selain untuk masakan dan kesehatan, bisa juga untuk mengawetkan mayat, seperti yang ditulis dalam Mesir Kuno. Sebab, kandungan sodium di dalamnya bisa menyerap kelembaban.  

Penggunaan Garam di Indonesia 

garam

Mengutip laman sumenepkab.go.id, sebelum masuknya budaya kolonialisme, Indonesia khususnya Pulau Madura dan masyarakat pesisir di Jawa Timur sudah tidak asing dengan budi dayanya.  

Ketika peristiwa penyerangan pasukan Bali ke Sumenep, sisa pasukan penyerang yang kalah diampuni dan pindah ke arah timur keraton Karangsabu. Sebagian kecilnya menyingkir ke Desa Karangpanasan dan tinggal di Kampung Bhillaan, sisanya yang lebih banyak pindah ke Desa Pinggirpapas. 

Mereka disumpah setia untuk Sumenep oleh ulama pendatang, yakni Pangeran Anggasuta atau Syekh Onggosuto. Ia mendapatkan hibahan tanah dari Pangeran Lor, Raja Sumenep, di daerah Desa Pinggirpapas dan sekitarnya. Kemudian beliau mengajarkan membuat garam kepada penduduk tersebut. 

Produksinya setelah Onggosuto ditangani langsung oleh Keraton Sumenep dengan menunjuk Menteri Garam (Manteri Buja). Lama-lama, perkembangannya dicampuri oleh Kolonial Belanda dan Inggris. Kini, komoditas ini dianggap cukup penting. Menurut Kontainer Indonesia di 2023, catatan ekspor terbaru ekspor garam ke Mauritus menyentuh angka total US$13.753. 

Menurut laman Indonesiabaik.id, di Indonesia sendiri, benda ini biasanya diproduksi dengan cara tradisional dengan menggunakan alat yang disebut kaporit yang dipergunakan untuk memanennya dari laut, sedangkan cara modern yakni dengan memakai mesin pengolah garam. 

Produksinya di sini juga biasanya dilakukan pada pantai yang mengandung tingkat keasinan air laut yang tinggi. Dimulai dengan memompa air laut ke dalam kolam dan diendapkan dalam beberapa waktu. Kemudian garam yang sudah mengendap itu akan dikeringkan dan diolah lebih lanjut.  

garam

Negara kita mampu memproduksi 2,9 juta ton dalam setiap tahunnya. Data dari Jangkar Groups, Indonesia sudah mampu menjualnya ke beberapa negara lain seperti India, Jepang, Singapura, Meksiko, dan Kanada. 

India menjadi negara tujuan untuk ekspor komoditas ini terbesar karena di 2019, negara tersebut membeli 1,6 juta ton dengan nilai US$24,4 juta. Diikuti Jepang di angka US$7,6 juta. Dengan sejarah panjang dan kedudukannya dalam perekonomian dunia, komoditas ini memang bisa menjadi salah satu komoditas yang bisa dijadikan produksi jual di pasar global

Kamu bisa menjadi salah satu penghasil untuk skala lokal juga. Jangan pusing soal bagaimana memikirkan menyalurkan hasil produksinya. Sebab, kamu bisa dibantu dengan UPI, bagian dari ExportHub.id (milik PT Usaha Dagang Indonesia) yang bisa mengurus dari produksi sampai distribusi langsung ke pembeli dalam sektor lokal. Yuk daftar! 

garam

Leave a comment