Scroll Top

Rempah: Komoditas Ekspor Pemicu Penjajahan? 

Rempah adalah salah satu komoditas ekspor yang masih terus laku di pasaran hingga kini. Bahkan dalam buku sejarah sekolah kita dulu, bisa disimpulkan bahwa anugerah kekayaan rempah yang dimiliki Indonesia menjadi salah satu pemicu adanya penjajahan. 

Rempah dan Sejarahnya 

rempah

Jika ditelusuri dalam sejarah, rempah sudah banyak digunakan bahkan sejak zaman purba. Melansir dari McCormick Science Institute, saat itu penggunaan bahan ini dimanfaatkan untuk tujuan kesehatan. 

Tepatnya, dalam enam juta tahun lalu, manusia berkembang bersama dengan tumbuhan di sekitarnya. Ada dokumentasi awal yang menunjukkan bahwa para pemburu menggunakan daun semak sebagai pembungkus daging. Secara tidak langsung, mereka menemukan bahwa daun itu bisa meningkatkan kualitas rasa, mirip seperti penggunaannya pada kacang-kacangan, buah beri, biji-bijian, dan kulit kayu tertentu. Selama bertahun-tahun itu, rempah dipakai sebagai pengobatan, mengurangi aroma kurang enak pada bahan masakan, dan menjaga makanan tetap segar.  

Peradaban kuno tidak membedakan rempah mana yang digunakan untuk penyedap rasa atau pengobatan. Mereka akan langsung menggunakan bagian dari tumbuhan seperti akar, biji, daun, atau bahkan getah yang rasa atau baunya menyenangkan.  

Pada abad ke-17, hasil tumbuhan ini juga banyak digunakan sebagai acara keagamaan, seperti ritual penguburan. Hal ini juga banyak disebutkan dalam Alkitab. Dalam Kidung Agung juga disebut beberapa bumbu kuliner. 

Sedangkan di Mesir Kuno, ada Ebers Papirus yang menunjukkan bahwa terdapat perawatan medis saat itu yang menggunakan ketumbar, adas, jinten, bawang putih, bawang merah, mint, dan lainnya. 

Kegunaan bawang merah dan putih juga begitu penting saat itu karena para pekerja yang membangun Piramida Besar Cheops mengonsumsi dua rempah tersebut untuk menaikkan stamina. Siung bawang putih juga ditemukan di makam Raja Tutankhamen. 

rempah

Beberapa orang Mesir Kuno juga menempatkan patung kayu yang terbuat dari siung bawang putih di makam mereka untuk memastikan mereka bisa menikmati makanan lezat di alam baka. Mereka juga membumbui makanannya dengan kapulaga dan kayu manis yang sumbernya dari Ethiopia. 

Mirip dengan apa yang terjadi di Mesir Kuno, peradaban Cina zaman dulu juga menggunakan hal ini sebagai pengobatan. Hal ini diperkuat dengan penemuan Pen Ts’ao Ching yang merupakan tulisan soal herbal klasik di 2700 sebelum masehi. Ada lagi penulisan jamu Cina klasik yang lebih lengkap, Pen Ts’ao Kang Mu diterbitkan pada tahun 1596 SM oleh Li Shih Chen.  

Salah satu yang paling banyak digunakan dalam hal ini adalah cassia yang mirip dengan kayu manis. Ini dibuktikan dengan adanya hutan cassia di Tiongkok Selatan yang didirikan sekitar tahun 216 Masehi. Mereka juga menggunakan cengkeh yang dibawa dari Maluku. Rempah ini diletakkan di dalam mulut sehingga napas mereka akan terasa manis ketika berbicara dengan kaisar. Jahe juga digunakan sebagai makanan segar dan mencegah kudis. Tumbuhan ini ditanam dan dibawa dalam pot selama pelayaran panjang dari Cina menuju Asia Tenggara. 

Ketika membicarakan rempah, kurang jika tidak menyebutkan India. Sejarahnya, mereka banyak menggunakan lada hitam, kayu manis, dan kapulaga dalam kuliner dan kesehatan selama ribuan tahun. 

Seorang ahli bedah kuno, Sushruta, menggunakan sawi dan tanaman aromatik lainnya pada seprai untuk mengusir roh jahat. Ia juga mengoleskan wijen pada luka pascaoperasi sebagai antiseptik. 

Jalur Rempah Nusantara 

rempah

Mengutip dari Tempo, Jalur Rempah adalah penamaan untuk jalur perdagangan maritim yang menghubungkan kepulauan Nusantara dengan negara lain di Timur Tengah, Asia, dan Eropa. Lintasan ini juga merupakan rute perdagangan rempah yang sangat dicari dan memegang peranan penting dalam perdagangan internasional dalam sejarah. 

Di Indonesia sendiri, Jalur Rempah merupakan salah satu hal yang penting dalam sejarah ekonomi internasional. Rempah ini sendiri menjadi komoditas unggul yang diincar pedagang dari banyak negara. Hal ini pula yang menjadi pemicu kolonialisme di Nusantara.  

Catatan sejarah menunjukkan jalur ini terbentuk sejak 4.500 tahun yang lalu. Kunjungan dari bangsa Austronesia ke wilayah Nusantara dengan perahu, jauh sebelum datangnya penjelajah dari Eropa.  

Kedatangan itu dilakukan sebagai pertukaran komoditas antar negara lewat pulau di Indonesia timur. Budaya tersebut yang menjadi akar budaya bahari yang membawa rempah hingga ke Asia Selatan sampai Afrika Timur. 

Barulah ketika abad 15 dan 16, bangsa Eropa ikut dalam perdagangan rempah yang menjadi sumber kemakmuran di sekitar Laut Mediterania. Kemudian beberapa negara lain seperti Spanyol, Belanda, dan Portugis mencari rempah hingga Nusantara yang bertujuan untuk mengendalikan perdagangan komoditas ini dan memicu kolonialisme. 

Ekspor Rempah Kini 

rempah

Walaupun kehebohan eksplorasi rempah ini sudah lewat ratusan tahun kemudian, rempah masih menjadi salah satu komoditas ekspor yang memiliki permintaan tinggi di pasar dunia. 

BPS mencatat selama periode Januari hingga November 2023, penjualan rempah dalam pasar ekspor ini mencapai 148,22 ribu ton dengan total ekspor sebanyak US$564,12 juta yang menandakan bahwa permintaan ekspor komoditas ini masih tinggi di tengah penurunan harganya dalam perdagangan global. 

Mengutip dari Indonesia Exim Bank, beberapa negara yang menjadi negara tujuan ekspor ini adalah Vietnam, India, Amerika Serikat, Belanda, dan Cina. Sedangkan peningkatan ekspornya datang dari Pakistan, Bangladesh, India, Peru, dan Cina. 

Penjualan rempah ini bisa menjadi target bisnis baru yang bisa kamu coba. Bukan hanya untuk memenuhi permintaan dalam negeri saja, untuk diekspor juga masih mendapatkan antusiasme yang tinggi. Kalau kamu tertarik untuk menjadi salah satu eksportir komoditas ini, bergabung segera di UPI yang bernaung di bawah ExportHub.id sekarang! 

rempah

Leave a comment